Aloysius Dumatubun Soroti Status Aset Tanah Universitas Musamus, Desak Kantor Pertanahan Merauke Segera Bertindak

Selama 15 tahun aturan ini diabaikan. Jika 92 pemilik sertifikat menuntut haknya di pengadilan, kita tidak tahu apa yang akan terjadi

Aloysius Dumatubun (Foto: Istimewa)

Merauke, 9 September 2025 – Pemerhati pendidikan di Papua Selatan, Aloysius Dumatubun, menyampaikan keprihatinan sekaligus seruan tegas terkait status aset tanah yang digunakan untuk kegiatan akademik Universitas Musamus (Unmus) Merauke. 

Menurutnya, persoalan peralihan hak atas tanah kampus belum pernah diselesaikan secara hukum meski telah diupayakan sejak 15 tahun lalu.

Dalam pernyataan terbuka yang ditujukan kepada DPRD Papua Selatan, mahasiswa, wartawan, hingga masyarakat, Aloysius menilai perjuangan mahasiswa bersama DPRD ke Jakarta untuk menuntut perbaikan jaringan internet patut diapresiasi. 

Namun, ia mengingatkan bahwa ada persoalan yang lebih mendesak dan menyangkut keberlangsungan pendidikan di Papua Selatan.

“Seluruh bangunan megah di atas tanah untuk kepentingan civitas akademika Unmus berdiri di atas 92 sertifikat hak milik masyarakat Merauke. Sampai hari ini Kementerian Pendidikan RI maupun Universitas Musamus tidak memiliki aset berupa sertifikat atas nama kementerian,” ungkap Aloysius, Selasa (9/9/2025).

Ia menjelaskan, proses peralihan aset dari Pemerintah Kabupaten Merauke ke Kementerian Pendidikan RI sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU Nomor 5 Tahun 1960 jo PP Nomor 24 Tahun 1997 tidak pernah dijalankan oleh Kepala Kantor Pertanahan Merauke. 

“Selama 15 tahun aturan ini diabaikan. Jika 92 pemilik sertifikat menuntut haknya di pengadilan, kita tidak tahu apa yang akan terjadi,” ujarnya.

Aloysius menegaskan dirinya berdiri untuk membela kepentingan pemerintah, mahasiswa, dan seluruh sivitas akademika agar proses belajar mengajar di kampus tetap berjalan.

Ia pun menuntut Kantor Pertanahan Merauke segera melaksanakan pendaftaran peralihan hak sesuai ketentuan hukum.

Lebih jauh, ia mengajukan pertanyaan terbuka kepada publik: mana yang lebih urgen diperjuangkan, jaringan internet atau status kepemilikan tanah kampus yang sudah 15 tahun belum diproses?

Atas kelalaian aparat, Aloysius menyebut dirinya telah menempuh jalur hukum. Pengaduan ke Polres Merauke dan Polda Papua, katanya, tidak ditindaklanjuti melalui penyelidikan. 

Karena itu, ia mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Merauke sesuai Pasal 77 KUHAP untuk memperoleh kepastian hukum.

“Ini demi kepentingan masyarakat Papua Selatan, khususnya dunia pendidikan,” pungkasnya. (LBS)

LINK TERKAIT